Sebagai ilmuwan, mereka tidak punya pedang, tombak dan
bedil. Sehingga mereka tidak seperti agresor Israel yang datang untuk menjajah
dan merampas negeri Islam. Senjata perang mereka adalah mulut dan pena mereka.
Tapi justru jauh lebih berbahaya dan dahsyat dampaknya.
Yang lebih merepotkan, para orientalis itu sekarang
sudah punya kader yang jumlahnya puluhan ribu. Kader-kader itu beragama Islam,
berkulit coklat dan berbahasa Indonesia. Mereka adalah para jebolan dari
berbagai perguruan tinggi di Eropa, Amerika dan Australia yang diberi guyuran
bea siswa.
Mereka berangkat ke negeri-negeri kafir itu untuk
mengaji dan belajar agama Islam kepada dedengkot yahudi aliran hitam yang
menjadi guru besar dan profesor mereka.
Dan ketika pulang, diberi gelar yang memberhala
sebagai “CENDEKIAWAN ISLAM”.
Berikut Pernyataan “Nyeleneh” beberapa Cendekiawan
Islam:
1. Prof.
Quraish Shihab mengatakan bahwa penarikan batasan aurat wanita pada masa yang
lalu itu sesuai dengan konteks zaman tersebut dan tidak menjadi Relafan untuk
di zaman sekarang.
Jawab:
Ada hal yang perlu kita pahami, bahwa sesungguhnya Dr.
Quraish Shihab itu bukan anti jilbab. Sebenarnya beliau sangat mendukung
penggunaan jilbab, bahkan menurut pengakuan beliau, ke luarganya pun tetap
dianjurkannya untuk berjilbab.
Bahkan,
dalam buku Wawasan Al-Quran, Quraish Shihab sendiri sudah mengungkapkan, bahwa
para ulama besar, seperti Said bin Jubair, Atha, dan al-Auza’iy berpendapat
bahwa yang boleh dilihat hanya wajah wanita, kedua telapak tangan, dan busana
yang dipakainya. (hal. 175-176).
Namun dalam
kapasitas sebagai ilmuwan di bidang tafsir, beliau hanya ingin mengatakan bahwa
sepanjang yang dia ketahui, pemakaian jilbab adalah masalah khilafiah. Tidak
semua ulama mewajibkan pemakaian jilbab.
Menanggapi
ungkapan beliau itu, kita katakan memang benar bahwa ada khilafiyah di kalangan
ulama. Namun oleh Quraisy, khilaf ini diperluas lagi sampai ke luar dari garis
batasnya. Padahal para ulama justru tidak sampai ke sana.
Yang
diperselisihkan oleh para ulama sebatas apakah cadar itu wajib atau tidak.
Maksudnya, apakah wajah seorang wanita bagian dari aurat atau bukan. Juga
apakah tapak kaki merupakan aurat atau bukan.
Namun semua
ulama salaf dan khalaf sepakat bahwa kepala, termasuk rambut, telinga, leher,
pundak, tengkuk, bahu dan seputarnya adalah aurat wanita yang haram terlihat.
Sayangnya
oleh Quraisy diperluas lagi sampai beliau mengatakan bahwa kepala bukan aurat.
Jadi wanita tidak memakai kerudung atau jilbab dianggapnya tidak berdosa. Sedangkan
istilah jibab sendiri memang masih menjadi perselisihan di antara ulama.
Ungkapan ini memang benar. Sebab ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa
jilbab itu pakaian gamis panjang yang lebar, berwarna gelap dan menutupi
seluruh tubuh wanita, tanpa kecuali. Wajah dan tangan pun tertutup.
Namun oleh
sebagian ulama lain, yang dimaksud dengan jilbab adalah pakaian yang masih
terlihat wajah dan kedua tapak tangan.
Di situlah
titik perbedaan pengertian tentang jilbab. Seharusnya Dr. Quraish Shihab tidak
kelewatan ketika mengatakan bahwa wanita tidak dilarang terbuka kepalanya,
karena dianggap bukan aurat. Sebab tidak ada ulama salaf dan khalaf yang
mengatakan demikian.
Asal Muasal
Pemikiran
Dari manakah
Dr. Quraisy Syihab mendapatkan pemikiran seperti ini?
Tentunya
bukan dari para hali fiqih salaf semacam Asy-Syafi'i dan lainnya. Sebab para
ulama fiqih di zaman salaf tidak ada yang berpendapat demikian. Pendapat
seperti itu cukup aneh memang.
Di zaman
sekarang ini, terutama setelah Mesir dijajah Perancis bertahun-tahun, banyak
muncul para sekuleris dan liberalis. Dan kentara sekali bahwa Quraish banyak merujuk
kepada pemikiran seorang pemikir liberal Mesir yaitu Muhammad Asymawi.Dalam
buku-bukunya, pemikiran liberal inilah yang selalu diangkat oleh beliau. Dan
pemikirannya lalu di-copy-paste begitu saja.
Mengapa hal
seperti ini bisa terjadi?
Kalau kita
melihat latar belakang pendidikan dan disiplin ilmunya, sebenarnya beliau bukan
lulusan dari fakultas syariah. Jenjang S-1 dan S-2 beliau dari fakultas
ushuluddin jurusan tafsir hadits. Jenjang S-3 beliau di bidang ilmu-ilmu
Al-Quran. Meski banyak bicara tentang Al-Quran, namun spesialisasi beliau bukan
ilmu fiqih. Bahkan buku tulisan beliau pun tidak ada yang khusus tentang fiqih.
Buku yang beliau tulis antara lain Tafsir Al-Manar, Keistimewaan dan
Kelemahannya, Filsafat Hukum Islam, Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir Surat
Al-Fatihah) dan Membumikan Al-Qur'an danTafsir Al-Mishbah.
Padahal
kajian tentang batasan aurat wanita itu seharusnya lahir dari profesor di
bidang ilmu fiqih. Di dalam istimtabh hukum fiqih, sebenarnya ada terdapat ilmu
hadits, ilmu ushul fiqih dan tentunya ilmu fiqih itu sendiri.
Barangkali
hal ini salah satu sebab mengapa dalam tataran hukum fiqih, beliau agak gamang.
Karena latar belakang pendidikan dan disiplin ilmu beliau memang bukan dalam
kajian fiqih, tetapi tafsir.
Karena itu
pandangan para ulama besar fiqih dari 4 mazhab pun luput dalam kajian beliau.
Justru pemikiran liberalis malah lebih banyak muncul.
Kalau kita
konfrontir dengan para profesor dan doktor ahli ilmu fiqih di negeri kita,
misalnya Dr. Khuzaemah T. Yanggo yang sama-sama berasal dari Sulawesi dan
lulusan fakultas Syariah Al-Azhar Mesir, maka pendapat seperti ini tidak benar.
Menurut Dr. Khuzaemah, batas aurat wanita tetap seperti yang kita pahami selama
ini, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua tapak tangan.
Demikian
juga kalau kita lihat pendapat doktor syariah lainnya, seperti Dr. Anwar
Ibrahim Nasution, atau Dr. Eli Maliki, yang kesemuanya lulusan fakultas Syariah
Al-Azhar Mesir, maka pendapat Quraisy ini dianggap telah menyalahi syariat
Islam yang sesungguhnya. Bagi para doktor syariah itu, batas aurat wanita telah
disepakati oleh seluruh ulama syariah, yaitu seluruh tubuhnya kecuali wajah dan
kedua tapak tangan.
Apalagi
kalau kita kaitkan dengan Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, yang tentunya jauh
lebih senior lebih tinggi ilmunya dari Dr. Quraisy. Beliau telah menyatakan
bahwa di kalangan ulama sudah ada kesepakatan tentang masalah ‘aurat wanita
yang boleh ditampakkan’. Ketika membahas makna “Dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak daripadanya” (QS
24:31), para ulama sudah sepakat bahwa yang dimaksudkan itu adalah “muka” dan
“telapak tangan”.
Dan kalau
kita merujuk lebih jauh lagi, kepada ulama besar di masa lalu, katakanlah
misalnya Al-Imam Nawawi, maka kita dapati dalam kitab al-Majmu’ syarah
Al-Muhazzab, bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan
telapak tangannya.
Kita tetap
hormat dan santun kepada pribadi Dr. Quraisy, namun khusus pendapatnya tentang
tidak wajibnya wanita memakai penutup kepala dan batasan auratnya, kita tidak
sepaham. Sebab pendapat beliau itu menyendiri, tidak dilandasi oleh hujjah yang
qath'i, terlalu mengada-ada dan boros asumsi.
dijawab oleh
ust.Ahmad Sarwat, Lc
2. Umar Shihab Tidak menyesatkan Syiah
Berikut beritanya:
(voa-islam.com) – Ada yang unik dalam pertemuan antara puluhan ulama Jawa
Timur dengan pengurus MUI Pusat di Jakarta, Selasa (24/1/2012).
Dalam pertemuan di kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi Jakarta Pusat itu, salah seorang Ketua MUI, Prof Dr Umar Shihab mati kutu terdiam seribu bahasa. Padahal selama ini dia lantang berbicara mengatasnamakan MUI Pusat untuk membela Syi’ah.
Dalam pertemuan di kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi Jakarta Pusat itu, salah seorang Ketua MUI, Prof Dr Umar Shihab mati kutu terdiam seribu bahasa. Padahal selama ini dia lantang berbicara mengatasnamakan MUI Pusat untuk membela Syi’ah.
Dalam forum resmi tersebut, Umar Shihab terdiam ketika dimarahi Habib Achmad Zein Alkaf yang mewakili para ulama Jawa Timur.
“Umar Shihab itu kan sebelumnya mengeluarkan fatwa bahwa Syi’ah tidak
sesat, jadi saya marah kepada Umar Shihab,” papar Habib Zein kepada
voa-islam.com, Jumat Sore.
Di hadapan puluhan ulama, Habib Zein yang dalam posisi berhadapan dengan
Umar Shihab, menyatakan secara terang-terangan bahwa Umar Shihab itu jadi orang
sesat kalau tidak mau mengakui kesesatan Syi’ah. “Saya menyesalkan ada pengurus
MUI seperti Umar Shihab menyatakan Syi’ah tidak sesat. Maka saya katakan, kalau
Umar Shihab mengatakan Syi’ah tidak sesat berarti Umar Shihab yang sesat, saya
katakan langsung di depan dia, tidak peduli saya,” ujar A'wan
Syuriyah Pimpinan Wilayah NU (PWNU) Jatim itu dengan
logat Jawa Timur.
Mendapat tantangan dari ulama daerah, rupanya Umar Shihab ciut nyali, hingga
tak berani menjawab sepatah kata pun. “Saya tunggu jawaban Umar Shihab tapi dia
tidak berani menjawab,” jelas Habib Zein.
Tidak hanya menantang Umar Shihab, Habib Zein juga berani menantang adu
argumen secara ilmiah kepada siapapun yang tidak mengakui kesesatan Syi’ah.
“Saya tantang kalau ada yang membela Syi’ah. Al-Bayyinat siap berhadapan dengan
siapa saja yang membela Syi’ah. Kami siap, kami ini berbicara bertanggung jawab
kepada Allah Ta’ala, jadi kalau kami berbicara bertanggung jawab kepada Allah,
apa saja akan kami tempuh, termasuk mubahalah,” cetusnya.
Habib berani bertanding di forum ilmiah, karena dia sudah puluhan tahun meneliti Syi’ah. Bahkan belasan karya ilmiah tentang Syi’ah telah ditulisnya, di antaranya: Mengenal Syi’ah, Export Revolusi Syiah Ke Indonesia, Dialog Apa Dan Siapa Syi’ah, Fatawa Para Imam Dan Ulama Tentang Syi’ah, Tragedi Karbala, Aqidah Ahlussunnah Adalah Aqidah Ahlul Bait, Asyura, Fathimah At-Thohiroh RA, Al-Hasan dan Al-Husin RA, Imamah Dan Khilafah, Ummunaa Fathimah RA wa Ahlul Kisa, Ali bin Abi Thalib wa Ahlul Kisa', Al-Firqah An-Najiah, dan masih banyak lagi.
Habib berani bertanding di forum ilmiah, karena dia sudah puluhan tahun meneliti Syi’ah. Bahkan belasan karya ilmiah tentang Syi’ah telah ditulisnya, di antaranya: Mengenal Syi’ah, Export Revolusi Syiah Ke Indonesia, Dialog Apa Dan Siapa Syi’ah, Fatawa Para Imam Dan Ulama Tentang Syi’ah, Tragedi Karbala, Aqidah Ahlussunnah Adalah Aqidah Ahlul Bait, Asyura, Fathimah At-Thohiroh RA, Al-Hasan dan Al-Husin RA, Imamah Dan Khilafah, Ummunaa Fathimah RA wa Ahlul Kisa, Ali bin Abi Thalib wa Ahlul Kisa', Al-Firqah An-Najiah, dan masih banyak lagi.
3.Nurcholish Madjid tentang Iblis
Pada ceramah
yang diselenggarakan tanggal 23 Januari 1987, seorang peserta ceramah, Lukman
Hakim, bertanya pada Nurcholis Madjid, Salahkah Iblis, karena menolak bersujud
kepada Adam, ketika Allah menyuruhnya. Bukankah sujud hanya boleh kepada Allah?
Ketika itu,
Nurcholish Madjid sudah menyandang gelar Doktor, menjawab dengan mengutip
pendapat Ibnu Arabi: Iblis kelak akan masuk surga, bahkan di tempat yang
tertinggi karena dia tidak mau sujud kecuali kepada Allah saja, dan inilah
tauhid yang murni, jawab Nurcholish.
Pendapat
Nurcholish Madjid di atas jelas menyesatkan, dan bertentangan dengan Al-Qur'an
Surah Al Baqarah ayat 34: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para
malaikat, Sujudlah kamu kepada Adam,maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia
enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.
Inti ajaran
Ibnu Arabi didasarkan pada teori wihdatul wujud (menyatunya makhluk dengan
Tuhan) yang menghasilkan wihdatul adyan (kesatuan agama, tauhid maupun syirik)
sebagai sinkretisme dari teori-teori al-ittihad (manunggal, melebur jadi satu
antara si orang sufi dan Tuhan) dengan mengadakan al-ittishal atau emanasi.
Yang jelas, Ibnu Arabi banyak dipengaruhi oleh filsafat Masehi atau Nasrani.
Di sini kami tidak
menghukumi secara keseluruhan dari perbuatan atau pun perkataan para tokoh di
atas, Namun kami hanya mengkritik dari pernyataan yang kami kutip di sini.
Karena banyaknya amalan para tokoh tersebut yang tidak kami ketahui yang
mungkin sangat mulia di sisi Allah Azza Wa Jalla.
Semoga Bermanfaat
Wallahu Musta’an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Leave Your Comment